Aku rindu pulang, menatap dan mencium keriput wajah emak. Aku rindu pulang, menghentak kaki di pekarangan rumah bersama bapak. Aku rindu kepulan asap dari gelas yang penuh dengan hangat tea manis. Yang emak tidak pernah lupa buat untukku setiap pagi sejak aku di taman kanak-kanak, sampai saat ini aku jadi perantau
Pulang, aku ingin pulang, sekedar melepas penat rantau. Bukan ingin ditimang. Aku ingin pagi yang lain, aku ingin pagi yang bersahabat. Aku ingin jarak yang jauh antara pagi dan petang. Kapan waktu itu datang?
Sekumpulan awan yang berjalan bearak ke barat seolah melambai, “ayo, marilah ikut, aku ke barat ke tempat engkau tinggal”. Ah, seandainya aku bersayap, aku bisa pergi kapanpun aku mau. Aku merasa sendiri di pulau kecil yang ramai ini, suara laut bukan hal luar biasa lagi, aku rindu suara adzan yang aku dengar sejak kecil
Sahabat, bukan berarti aku tidak memandang kalian. Sahabat, bukan berarti aku ingin menjauh. Aku hanya lelah dengan semua perjalanan ini. Dan, kadang bahkan tidak tahu di mana aku. Bajuku semakin usang, tidak lagi secerah saat pertama kali aku memakainya. Putih yang mulai pudar, bau matahari menjadi teman benang.
Seandainya memang masih jauh masa itu, aku akan menunggu
Sekarang aku hanya ingin diam, menikmati semua manis dan semua perih yang terkadang mengungkung
Aku tidak ingin beranjak, bukan berarti kita tidak sejalan kawan, aku lelah. Lihat, daun pun mengangguk,
mereka mengerti dan mereka ingin menghiburku dengan tarian mereka yagn tidak pernah berubah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar