Kamis, 15 April 2010

When the sun goes down

Aku menatap hari tanpa warna. Matahari terdiam, entah apa dalam benaknya. Mungkin dia lelah memberikan sinarnya. Aku masih berdiri di pinggir jurang, bukan dalamnya jurang itu yang aku takuti, tapi kesendirianku berdiri di situ.
Aku menelan semua perih, aku menerima semua itu, namun aku tidak pernah tahu sampai kapan. Dan, aku memilih untuk menderita dengan penuh kasih. Panggil aku naif, ucapkan bodoh di depanku, aku akan tetap. Bukan kesempurnaan yang ada pada diriku, aku hanyalah aku yang berbalut kulit yang terbakar malam. Senja menyeruak masuk dan memamerkan taringnya, menghimpitku dengan langkah lantang, selantang suara malam mendendangkan sepi. Hentikan pergunjingan dalam otakku, aku lelah, aku tidak ingin berpikir lagi. Pikiranku melemahkan tulangku. Semua hanya tentang yang akan hilang, biarpun indah pada waktu terbitnya, indah pada waktu mekarnya. Sungguh dunia gelap saat matahari melangkah.
Berdiri di atas menara, aku memandang lepas, dimana warna memadukan dirinya dengan suara dalam waktuku. Mulutku terbuka, "aku tidak akan berhenti". Aku lelah melarikan diri dari setiap barisan perih yang menghadangku, aku akan menyeruak masuk sampai mendapatkan tawa yang ada di belakang barisan itu, dan itulah yang akan menjadi milikku. Matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar